Friday, May 13, 2016

Sabung Ayam Di Indonesia Antara Tradisi Dan Budaya Judi


Sabung Ayam. Adalah sesuatu yang tak asing bagiku  Sejak kecil aku kerap mendengar kata itu, bahkan juga pernah melihat orang orang di desa dimana aku dilahirkan melakukan Sabung Ayam sebagai bagain dari tradisi kampung.
Dulu dikampung, banyak pria deawasa dan bapak-bapak berkumpul di hari tertentu sesuai jadwal kegiatan Tersebut. Di mulai pada sore hari. Ketika saya kecil, moment ramainya orang orang berkumpul dalam gelaran sabung ayam adalah hal yang menyenangkan. Bagi saya – kala itu, bukan perkara sabung ayamnya yang saat itu kurang paham bagaimana aturan jelasnya, tetapi dapat uang logam hasil saweran para sodagar kampung yang kaya adalah incaran utama.

Saweran. Ya tradisi saweran adalah bagain dari kebersamaan yang seru warga kampung. Dari uang receh hingga lembaran nominal besar ada di sela berlangsungnya acara. Tak hanya itu, di acara akbar peringatan tujuh belas agustusan pun arenanya adalah gelaran yang di tunggu tunggu selain lomba lomba rakyat lainnya. Karena jika pada ajang peringatan HUT Kemerdekaan itu selain saweran juga ada banyak kudapan kampung yang bercitarasa istimewa. Seolah tak mau

Sekarang tahun 2016, dan ketika kini aku bertugas di sebuah kampung bernama Koto Tangah,
Saat sore menjelang. Ketika urusan tugas terselesaikan. Udin– begitu ia kerap saya panggil – kenalan akrab saya selama di Koto Tangah Menarik untuk saya ceritakan, karena Adu yang saya lihat langsung – karena ajakan Udin , ada banyak ragam. Mulai dari Sabung Ayam kelas para juragan kaya raya di Sumatera barat hingga Sabung Ayam sebagai hiburan rakyat biasa di desa desa, bahkan ada pula yang merupakan arena Judi dengan setting-an ala kadar tapi nilai nominal uang taruhan mencapai jutaan rupiah.

Suatu kali, Udin  membawa saya dengan motornya ke sebuah gudang. Sebelumnya Udin telah sampaikan ke saya bahwa akan melihat acara tsb . Begitu sampai di tempat yang udin maksud. Saya tak melihat ada suasana cerah Hanya  gudang kayu yang berdiri kokoh dengan dua mobil jenis pick up pengangkut barang terparkir didepan gudang. Dan ada sebuah pos layaknya pos satpam, tapi ternyata hanya pos biasa yang juga tak ada isi apa apa. Bahkan tak ada satpamnya. Di bagian dalam dari gudang justru yang menarik. Ragam rupa pria pria berkumpul, saling berteriak dan meng-elu-elu-kan ayam jagon mereka. Sebuah arena pertarungan terpampang di hadapan saya.Tak ada yang istimewa.  Jikapun ada taruhan hanya taruhan sederhana.

Di lain waktu, Udin  membawa saya ke pusat kota Padang. Sejak keberangkatan Udin  tak pernah berkisah tentang hidupnya. Ia hanya menyampaikan akan membawa saya melihat sebuah acara akbar. Saya pun tak pernah bertanya. Karena tiap di ajak ke pusat kota saya sudah cukup bahagia. Tak perlu lah yang lainnya.
Setelah tiba di pusat kota Padang, Udin membawa kendaraan ke sebuah komplek perumahan.  Tak ada yang istimewa menurut saya, hanya komplek perumahan biasa.  Terlihat dari bentuk bangunan rumah hingga orang orang yang lalu lalang nampak sederhana. Jikapun ada kendaraan pribadi hanya beberapa. Di sebuah jalan dekat dengan kumpulan pedagang jajanan gerobak Udin menghentikan mobilnya. Ia mengajak saya mengikutinya.
Saya diajak memasuki sebuah rumah dengan gerbang kokoh dan tinggi. Jauh diatas tinggi tubuh saya. Di bagian halaman depan rumah terparkir beragam merek mobil mobil ber tipe terbaru dan cukup modern. Saya mengira bahwa pemilik rumah pasti orang kaya. Uniknya, Opik tidak masuk ke rumah melalui pinta depan layaknya orang bertamu. Ia malah mengajak saya masuk lewat pintu samping yang ukuran pintunya lebih kecil hingga saya harus menundukkan kepala agar bisa melalui pintu tersebut.  Kemudian kami melalui lorong yang cukup luas. Saya sempat melihat ada bagian dapur dan mesin cuci di dekat lorong. Lebih kurang 10 meter berjalan di lorong kami tiba di hamparan tanah yang luas. Bagai halaman belakang sebuah rumah. Ada banyak pohon mangga lengkap dengan buahnya yang berjuntaian.  Sesekali Opik menyapa beberapa bapak bapak bergaya necis. Saya pun sedikit paham maksudnya. Nampaknya Udin sedang membaur dengan semua yang ada di arena. Karena sejak kedatangan kami tadi beberapa mata nampak curiga. Mungkin karena diri saya asing bagi mereka atau mungkin mereka takut saya memata-matai mereka.
“jangan mem-foto apapun di sini. Simpan HP mu!.” Udin mengingatkan. Kali ini volume suaranya cukup tegas dan sangat terdengar kasar di tellinga saya. Saya meng-iakan dengan anggukan.
Sepanjang acara, saya hanya mengamati.  Tak mem-photo-photo seperti kebiasaan saya biasanya. Memilih melihat beragam hal hal yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Bagaimana  rumah yang tampak luar biasa saja malah di bagian dalam sedang berlangsung . Sesekali saya mengerjibkan mata melihat lembaran uang seratus ribu rupiah dalam tumpukan banyak ada di sebuah meja yang di jadikan sebagai uang taruhan. Yang menang tentulah akan kaya mendadak. Yang kalah pun pasti rugi besar. Ayam pun jadi alat. Ayam ayam yang tangguh dan dapat mengalahkan kekuatan ayam lain sesuai dengan batas waktu yang di tentukan akan keluar sebagai pemenang. Tak jarang ada beberapa ayam yang sampai terjatuh  - mungkin pingsan atau bahkan meregang nyawa dalam arena. Jika itu terjadi maka ayam yang kuat bertahan dengan gagah berdiri adalah pemenangnya. Dan sudah barang tentu para petaruh dan tuan ayam yang menang akan mendapat keuntungan besar atas uang taruhan yang di kumpulkan di meja taruhan sebelum pertandingan sabung ayam tadi di mulai.

No comments:

Post a Comment